Pada saat ini aku masih berjalan dengan
idealismeku sendiri, aku masih terus bertahan walau kerikil-kerikil tajam
datang menghujam, tapi bagiku itu hanyalah sebuah tertawaan kecil yang dengan
sebuah senyuman saja bisa lenyap hingga keakar-akarnya. Aku masih percaya
dengan kekuatan yang aku miliki saat ini, bahwa semua hal adalah makna dalam
perjalanan hidup yang aku lalui, semua akan menjadi kekuatan dalam setiap
masalah yang aku hadapi.
Orang boleh mencemooh aku dengan berjuta
cemoohan, orang boleh menghina aku dengan ribuan hinaan, tapi aku kan tetap
jalani kehidupan yang aku yakini ini sampai kapan pun. Walau kini kusadari
betapa beratnya menjalani hidup dengan zaman yang serba kalap dan penuh sesak.
Kadang sekecil apapun permasalahan akan menjadi seonggokan masalah besar jika
kita tak mampu bersikap bijak pada kenyataan di sekeliling kita.
Hidup di zaman sekarang memang membutuhkan
kekuatan yang cukup besar untuk menghadapinya, aku bukan saja dihadapkan pada
ketidakjelasan akan sebuah masa depan, namun juga sebuah jalan terjal yang akan
aku lalui telah menjadi medan peperangan antara nurani dan naluri, antara jiwa
dan logika, antara keinginan dan harapan, antara cinta den kebenciaan, antara
kejujuran dan kebohongan, antara permusuhan dan persahabatan, antara kehidupan
dan kematiaan, serta antara cita-cita dan keputusasaan. Aku mulai menganyam
kembali lembar demi lembar jejak yang kulalui, langkah yang telah terkayuh
jutaan waktu, akan kujadikan bahan bermeditasi diri dalam pusara perubahan jiwa
yang semakin kalang kalut ini.
Aku pahami setiap kata yang terucap masih sering
menyimpan tanda tanya yang suram, sebuah misteri yang sekan mengejarku dalam
ketidakpastian. Setiap tingkahku yang kadang melukai orang lain, bahkan
menjatuhkan nuraniku, semakin jelas menjadi letupan-letupan yang menggetarkan
jiwa kejantananku.
Disisa waktuku yang hampir menuju kepunahan, aku
masih sempat mengingat masa-masa kejayaan, masa dimana aku masih terus
menghadirkan keberaniaan dalam nada-nada perjuangan, mempertahankan idealisme
kemudaanku yang kokoh dan penuh harapan, menentang setiap ocehan orang-orang
yang selalu menginginkan diriku dan keteguhan pendirianku runtuh berserakan,
orang-orang yang setiap detik, setiap menit, setiap jam dan setiap langkahnya
seakan menyusun rencana jahat untuk mengusirku jauh dari kehidupanku sebagai
seorang pejuang yang bertanggung jawab terhadap kehidupan sosial di
sekelilingku.
Hari demi hari terus berlari menuju puncak hari
yang entah kapan akan terganti, alam semakin sangar dengan rentetan zaman yang
makin menampakan kekejamannya pada orang-orang lemah, orang-orang yang ada di
sekeliling ku yang hidup dibawah jeruji kemiskinan, di bawah garis kebodohan,
dan bergelut dengan segunung ketertinggalan.
Aku masih berdiri dengan air mata menetes di
sela-sela sudut kegamangan, kesedihan yang nampak menyapu segala bentuk
kesombongan. Di depanku tergeletak nurani yang seakan lenyap oleh ambisi,
bongkahan logika lunglai terkatung-katung pada kuasa egoisme, dan nilai-nilai
kemanuisaan luluh lantak oleh cakaran kerakusan kapitalisme. Namun aku terus
berharap pada keberanianku sendiri, pada keberaniaan orang-orang yang ditindas
haknya, orang-orang yang dirampas kebebasannya, dan orang-orang yang masih
berani berkata tidak pada kekuasaan yang menindas, otoriter dan korup.
Aku yakin akan perjuangan yang penuh kesungguhan,
dan aku masih akan terus bertahan, walau segala penghalang di depanku selalu
datang di sela-sela waktu, mengancamku dengan segala keberingasannya,
Aku adalah seorang pejuang yang dilahirkan dari
ribuan tangis orang-orang tertindas, jutaan air mata orang-orang yang dirampas
hak kemerdekaannya, yang ditipu para penguasa korup. Senjataku hanya sebilah
idealisme, seonggok impian akan kedamaian dan keadilan, dan sekeping harapan
akan kemerdekaan bagi orang-orang disekelilingku yang setiap hari manjerit di
jeruji kemiskinan dan kebodohan. Kata-kataku terus mengalir, menciptakan
kesadaran hidupku. Jiwa mengembang dalam perbedaan signifikan di antara
keumuman. Bagai menemukan dunia lain dari dunia universalitas yang ditemukan
berdasar ijtihad penerawangan atas pilihan.
Perjuangan itu sesuatu yang tidak pernah alpa
mengarungi pelayaran jauh menempuh tujuan, di dalam cita dan di antara
pembelaan kepada yang tersingkirkan. Dinding-dinding kokoh di luar ruh dan rasa
dahaga di dalam raga menjadi saksi atas sukma yang bergetar. Sedangkan kisah
silam dan kisah realitas bercampur aduk meramu akan datang. Seiring menggali
kesadaran realitas nyata fiksi, hingga menemukan ruang-ruang sublim di dalam
dunia keriuhan. Dunia ini telah mengkontruksi sendiri terhadap pencitraan diri
terang – benderang sekaligus mendapati ruang dahaga di alam raya secara
alamiah. Rupa warna menyantap keyakinan sangat sempurna di ruas-ruas wacana
berkehidupan dan menyebar diantara genderang kesombongan. Pekikan kata-kata yang
terlontar pada garis kesadaran atas implementasi seseorang yang mendiami diri
di dalam keyakinannya. Pada cermin dunia tanpa makna, maka kejujuran merupakan
logam mulia di ranah dunia yang sarat kemunafikan.
Tak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu dibelah
oleh dua unsur ingin, sebagaimana prosedur alam di panggung-panggung kehidupan.
Namun kita memilih yang mana kenyataan dan kemampuan harus seimbang, apalagi
ketika jalan hidup harus terpenuhi sebagai lahir bagi tanggung jawab
perut-perut di belakangnya. Hidup bagai trompah meraup hikmah di jalan-jalan
ketimpangan, berhadap-hadapan dengan hedonisme, serta merta kapitalisme
mengepung kenyataan.
Tantangan demi tantangan tidak mudah dilewati
badan, apa yang seharusnya menyuburkan pada daya menciptakan mukjizat, pada
sengkarut hidup yang kian meredup. Inilah ketika seseorang berada
dikeharibaannya melawan magma rupa dunia. Hanyalah kepada keimanan seseorang
yang tangguh akan kesiapan mental, kalau pun lulus di ranah universitas
kehidupan dengan sendirinya akan terbebas dari tekanan. Sambil menyambangi
angin yang selalu menerpa, di hamparan dunia antah brantah,
Bahwa perjuangan adalah hasrat dan cita-cita di
alam perubahan dan di setiap jengkal lini atas nama kebenaran pasti penuh gerai
penghalang. Selanjutnya oleh keyakinan yang didasari puncak kesedihan,
membongkar otak kepedihan. menumbuhkan nalar-nalar keseimbangan menjawab
gelombang lautan. Kehidupan pun menjelmakan rindu kepada sesama. Ketika semua
menjadi kodrat dan tanggung jawab atas hal yang ditulis, selanjutnya adalah
pembuktikan kata itu sendiri, yang menyalakan di jiwa ku yang bukan
siapa-siapa. dan hidup yang diemban sebagai pilihan, sebab itu setiap bentuk
ijtihad makhluk ingin membangun martabat yang tinggi, menjadi manusia sejati
yang punya arti.
Selanjutnya biar goda datang bertubi, pilihan
menyedihkan sebagai irama yang tetap menjadi daya sengat di ranah persada.
Jiwaku berlayar menapaki rahasia, Di pintu pertapaanku yang tetap berjaga agar
dahaga tak tergoda. Hidup apa kata angin, sambil menghirup tantangan dan
merombak total kebiasaan. Yang tak pantas segera kusingkirkan, yang baik segera
kusimpan dalam rekam jejakku di peradaban dan di dasar perjuangan. Kepada siapa
kalau bukan kepada diriku sendiri, melawan adalah kewajiban. Sebagai anak
manusia yang punya tugas menjadi manusia. Saat dimana wajah zaman yang semakin
muram akibat peradaban tidak imbang. Bercabang tanduk-tanduk di kepala menanduk
para pendusta yang biadab terhadap kemiskinan bangsa.
Di hatiku, Hidup telah bersemayam dalam lagu
Perjuangan.
Bagiku melawan adalah kewajiban…
Dan aku akan tetap melawan dengan segala
kemampuan dan keberaniaanku sendiri…
0 komentar:
Posting Komentar