Selasa, 01 Oktober 2013

ketidak sesuaian realita dengan tujuan mulia

Akhir-akhir ini kaderisasi menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibicarakan. Bagi teman-teman yang baru memasuki dunia kampus, istilah ini mungkin sudah tidak asing lagi. Awalnya, kaderisasi diadakan dengan tujuan mulia, yaitu untuk membantu mempercepat proses adaptasi mahasiswa baru dengan iklim kampus. Karena jika proses adaptasi berjalan lambat, maka mahasiswa baru yang akan kesulitan menghadapi dunia barunya. Selain itu, kaderisasi juga bertujuan untuk menghasilkan kader dan mahasiswa yang baik dan berdedikasi.



Namun, pelaksanaan kaderisasi di lapangan agaknya kurang sesuai dengan tujuan semula. Seringkali, kaderisasi dianggap sebagai ajang “balas dendam” dan “unjuk senioritas”. Hal ini bisa dilihat dari tuntutan senior pada junior untuk melakukan hal-hal aneh seperti memakai name tag ukuran jumbo, berbicara pada pohon demi mendapat tanda tangan senior, dll. Kesalahan sekecil apapun, akan dibalas dengan omelan berdurasi panjang hingga hukuman fisik. Bahkan ada jargon “Senior tidak pernah salah”.
Tentunya ada beberapa hal yang perlu kita kritisi mengenai agenda kaderisasi ini. Pertama, Apakah cara-cara kaderisasi tersebut sesuai dengan tujuan semula yakni untuk mempercepat proses adaptasi? Apakah dengan omelan dan hukuman fisik akan mampu membentuk kader yang baik, mahasiswa yang kritis dan intelek? Tentunya masih jauh panggang dari api. 

Padahal, jika kita mau belajar dari Rasulullah, sang uswatun hasanah, dahulu juga pernah melakukan semacam kaderisasi kepada para sahabat. Beliau membina bukan hanya dengan memberikan pemahaman, tapi beliau memberikan contoh atau teladan yang baik bagi para sahabatnya. Proses pembinaan beliau dengan ketulusan, keteladanan, pendampingan dan teguran yang membangun, tentunya tanpa omelan dan kekerasan. Proses tersebut, telah nyata keberhasilannya dalam menghasilkan kader yang mumpuni dan berdedikasi.

Sederhananya, jika kita seorang Muslim yang beriman pada Al-Qur’an, pastilah kita setuju bahwa Rasulullah adalah uswatun hasanah, suri tauladan yang baik. Dan jika kita mengaku sebagai ummat Nabi Muhammad, seharusnya kita mau menjadikan beliau sebagai panutan dalam setiap perbuatan dan kehidupan kita. Maka, selayaknya kita pun mengkaji bagaimana metode Rasulullah saat melakukan pengkaderan atau kaderisasi kepada para sahabatnya, demi mewujudkan generasi mahasiswa yang cemerlang.

0 komentar:

Posting Komentar