BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kertas kerja merupakan suatu dasar
dalam penerapan standar auditing terutama dalam hal pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Pentingnya konsep materialitas yakni sebagai pertimbangan
seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.
Definisi materialitas mengharuskan
seorang auditor dalam mempertimbangkan keadaan baik yang berkaitan dengan
entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaannya.
Oleh karena itu pentingnya
Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna memeperlancar tugas seorang
auditor serta sebagai bahan pertimbangannya untuk selanjutnya akan dibahas pada
bab II makalah ini.
2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Materialitas?
2. Bagaimana pertimbangan awal mengenai
Materialitas ?
3. Bagaimana hubungan antara
materialitas denga bukti audit?
4. Bagaimana model risiko audit?
5. Bagaimana menilai komponen risiko
audit?
6. Bagaimana hubungan risiko audit pada
tingkat laporan keuangan dan tingkat
saldo akun?
7. Bagaimana hubungan antara risiko
audit dan bukti audit?
8. Bagaimana timbal balik antara
materialita,risiko audit dan bukti audit?
9. Apa saja yang termasuk audit
tambahan?
10. Bagaimana
hubungan antara strategi dan siklus transaksi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar
penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua
aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko Audit
dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan materialitas dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum.
Pengertian Materialitas adalah
besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas
atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
B. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG
MATERIALITAS
Auditor melakukan pertimbangan awal
tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Pertimbangan
materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan
salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif
yang berkaitan dengan penyebab salah saji.
Dalam perencanaan suatu audit,
auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini :
a.
Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup
laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b.
Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam
mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan
dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat
dijelaskan berikut ini :
1.
Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam
menerapkan materialitas. Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam
perencanaan audit dan kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam
pelaksanan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan
yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Laporan keuangan mengandung salah
saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang
dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan
sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat
terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima umum
di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang
diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor
harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang
berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat
memiliki dari satu tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi,
materialitasnya dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih usaha,
laba bersih sebelum pajak, atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca,
materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau
modal saham.
Pertimbangan awal auditor tentang
materialitas seringkali dibuat enam sampai dengan sembilan bulan sebelum
tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas
data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan
tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah
lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum
dan trend industri.
Sampai dengan saat ini, tidak
terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang
ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini
diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam
praktik :
a.
Laporan
keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 %
sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
b.
Laporan
keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari total aktiva.
c.
Laporan
keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1 %
dari total pasiva.
d.
Laporan
keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari pendapatan bruto.
2.
Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun
adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang
sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada timgkat saldo akun tidak
boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material
adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas
berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai
informasi keuangan.
Saldo suatu akun yang tercatat
umumnya mencerminkan batas atas lebih saji ( overstatement ) dalam akun
tersebut. Oleh krena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil dibandingkan
materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih
saji. Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo
tercatat yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa
akun yang kelihatannya bersaldo tidak material, dapat berisi kurang saji (
understatement ) yang melampaui materialitasnya.
3.
Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor
tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal
tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan
materialitas laporan keuangan kea kun secara individual. Dalam melakukan
alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam
akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun
tersebut.
C. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN
BUKTI AUDIT
Materialitas merupakan satu di antara
berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kuantitas
(kecukupan) bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara
materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun
material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin
besar jumlah bukti yang diperlukan. (hubungan terbalik). Semakin besar atau
semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang
diperlukan.
D. RISIKO AUDIT
Dalam perencanaan audit, auditor harus
mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan
Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko yang
terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah
risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat
atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari
verifikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara individual atau
golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat
saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada
tingkat yang rendah.
E. MODEL RISIKO AUDIT
Model
risiko audit dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai berikut :
AR = IR × CR × DR
Di mana :
AR
= Risiko audit (Audit Risk)
IR
= Risiko bawaan (Inherent Risk)
CR
= Risiko pengendalian (Control Risk)
DR
= Risko deteksi (Detection Risk)
Untuk menggambarkan penggunaan model
tersebut, asumsikan bahwa auditor membuat pertimbangan professional untuk
asersi tertentu, seperti asersi penilaian atau asersi penilaian atau alokasi
untuk piutang usaha sebagai berikut :
AR = 5%, IR = 90%, dan CR = 20%
Risko deteksi dapat ditentukan dengan
menyelesaikan model tersebut sebagai berikut :
DR = (AR)/(IR × CR)
= 0,05/(0,9 × 0,2)
= 0,28
F. MENILAI KOMPONEN RISIKO AUDIT
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu
saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan
asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern
yang terkait.
Penilaian risiko bawaan merupakan
pertimbangan mengenai hal-hal yang mungkin memiliki dampak yang mendalam
terhadap asersi-asersi untuk semua atau banyak akun dan hal-hal ang hanya
berkaitan dengan asersi spesitifk untk suatu akun spesifik.
Risiko bawaan dapat lebih besar untuk
beberapa asersi daripada untuk asersi-asersi lainnya. Risiko bawaan muncul
secara independent dari audit laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor tidak
dapat mengubah tingkat actual dari risiko bawaan. Akan tetapi, auditor dapat
mengubah tingkat risiko bawaan yang dinilai.
b. Risiko
Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko
terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas.
c.
Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko sebagai
akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat dalam
suatu asersi.
Risiko deteksi dapat dinyatakan
sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur analitis dan risiko pengujian
terinci. Dalam menentukan risiko deteksi auditor juga harus mempertimbangkan
kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan.
Dalam perencanaan audit, suatu
tingkat risiko deteksi yang direncanakan dapat diterima untuk prosedur analitis
dan pengujian terinci ditentukan untuk setiap asersi yang signifikan dengan
menggunakan model risiko audit.
G. RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN
KEUANGAN DAN TINGKAT SALDO AKUN
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat
memberikan jaminan tentang ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam
laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun
risiko audit, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :
1.
Risiko
audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan.
2.
Risiko
audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
a. Risiko Audit Keseluruhan (Overall
Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya,
auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang
direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor
dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal
kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.
b. Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara
individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang
berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena
akun tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi
transaksi perubahan. Dari pengalaman audit di tahun sebelumnya, auditor dapat
menaksir risiko audit atas akun tertentu.
H. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO
AUDIT, BUKTI AUDIT
Berbagai kemungkinan hubungan antara
materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan risiko
audit konstan dan tingkat meterialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah
bukti audit yang dikumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat
materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko
audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk
mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara
berikut ini :
a. Menambah tingkat meterialiras,
sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
b. Menambah jumlah bukti audit yang
dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.
c. Menambah sedikit jumlah bukti
audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.
I.
STRATEGI AUDIT AWAL
Karena adanya hubungan antara tingkat
materialitas, risiko audit, dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi
audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok
asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan terutama
substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko
pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).
Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam :
1. Pendekatan Terutama Substantif. Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan
semua atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan
auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian
intern. Pada dasarnya ada tiga alasan mengapa auditor menggunakan pendekatan
ini :
a.
Hanya
terdapat sedikit ( jika ada ) kebijakan atau prosedur pengendalian intern yang
relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.
b.
Kebijakan
dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun dan
golongan transaksi signifikan tidak efektif.
c.
Peletakkan
kepercayaan besar terhadap pengujian substantive lebih efisien untuk asersi
tertentu.
2. Pendekatan Risiko Pengendalian
Rendah. Dalam
pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat
kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan
sedikit pengujian substantif.
Unsur
strategi Audit Awal
Dalam
mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat
unsur berikut ini :
1.
Tingkat
risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.
2.
Luasnya
pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.
3.
Pengujian
pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko pengendalian.
4.
Tingkat
pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat
yang cukup rendah.
1. STRATEGI AUDIT TAMBAHAN
a.
Pendekatan Substantif Utama yang
Menekankan Pada Prosedur Analitis
Menurut pendekatan substantive utama
yang menekankan pada prosedur analitis, auditor menspesifikasikan
komponen-komponen strategi audit berikut:
i.
Memperoleh
pengetahuan yang luas mengenai proses bisnis klien yang releven dengan asersi
·
Auditor
mengantisipasi bahwa dia dapat memperoleh bukti kompeten dari prosedur analitis
untuk mendukung suatu penilaian risiko sedang atau rendah dari bukti tersebut.
·
Gunakan
suatu tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat
yang tinggi (atau pada tingkat maksimum)
·
Rencanakan
untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai bagian relevan dari
pengendalian intern.
·
Rencanakan
untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai bagian relevan dari
pengendalian intern.
·
Rencanakan
sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
·
Rencanakan
pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih sempit sebagai akibat
dari pengurangan risiko yang diberikan dari pengurangan risiko yang diberikan
prosedur analitis.
b.
Penekanan pada Risiko Bawaan dan
Prosedur Analitis
·
Risiko
bawaan dinilai pada tingkat di bawah maksimum.
·
Gunakan
tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai serendah
mungkin.
·
Gunakan
tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang
tinggi (atau pada tingkat maksimum).
·
Rencanakan
untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian yang relevan dari
pengendalian intern.
·
Rencanakan
sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
·
Rencanakan
pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih sempit sebagai akibat
dari pengurangan risiko yang diberikan dari pengurangan risiko bawaan dan
prosedur analitis yang lebih rendah.
J. HUBUNGAN ANTARA STRATEGI DAN SIKLUS TRANSAKSI
Seringkali
suatu strategi yang serupa diterapkan pada sekelompok asersi yang dipengaruhi
oleh golongan transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah bahwa
banyak pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis transaksi dalam
satu siklus. Meskipun, kantor akuntan menggunakan nama yang berbeda untuk
golongan transaksi, dan dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam
menspesifikasikan golongan transaksi mana yang masuk dalam siklus tertentu.
Siklus Golongan
transaksi
-
Pendapatan -
Penjualan,penerimaan kas ,penyesuaian
-
Pengeluaran -
Pembelian dan pengeluaran kas
- Jasa
personil - Penggajian
-
Produksi -
Memproses persediaan
-
Investasi - Investasi dalam aktiva tetap
BAB III
KESIMPULAN
Materialitas dibagi menjadi dua
golongan yaitu materialitas pada tingkat laporan keuangan dan materialitas pada
tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko audit juga digolongkan menjadi dua yakni
risiko audit keseluruhan dan risiko audit individual. Dalam hal ini risiko
audit terdiri dari tiga unsur (1) risiko bawaan, yakni kerentanan suatu saldo
akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi
bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang
terkait, (2) risiko pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material
dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu
oleh struktur pengendalian intern entitas dan (3) risiko deteksiadalah risiko
sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat
dalam suatu asersi.
Adanya hubungan antara tingkat
materialitas, risiko audit dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi
audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau kelompok asersi.
DAFTAR
PUSTAKA
Puradireja, Kanaka dan Mulyadi. Auditing,
Edisi 5, Cetakan ke 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 1997.
Halim, Abdul MBA. Akuntansi,
Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.
0 komentar:
Posting Komentar