BAB.I
PENDAHULUAN
1 1.1. Latar
Belakang Masalah
Profesi Akuntan Publik merupakan suatu hal yang
sangat penting, khususnya bagi aktivitas berbisnis secara sehat di Indonesia.
Hasil penelitian, analisa serta pendapat dari Akuntan Publik terhadap suatu
laporan keuangan sebuah perusahaan akan sangat menentukan dasar pertimbangan
dan pengambilan keputusan bagi seluruh pihak ataupun publik yang
menggunakannya. Misalnya; para investor dalam mempertimbangkan serta bahkan
memutuskan kebijakan investasinya, para penasehat keuangan ataupun investasi
dalam memberikan arahan pada para investor terhadap keadaan dan prospek dari
perusahaan tersebut, para pemberi pinjaman (lenders) dalam mempertimbangkan
serta memutuskan langkah pemberian ataupun penghentian pinjaman bagi perusahaan
tersebut.
Bagi suatu perusahaan sangat perlu untuk memberikan
gambaran yang benar tentang status kesehatan keuangannya, sangat berhubungan
dengan konsekuensi hukum dari aktivitas berbisnis (sebagai suatu hubungan hukum).
Dimana konsekuensi hukum itu mengharuskan masing-masing pihak yang terikat
didalamnya untuk dapat memenuhi setiap kewajiban yang diikatkan kepadanya,
tepat seperti yang telah disepakati. Dalam keadaan yang terburuk, kegagalan
dalam pemenuhan kewajiban tersebut, baik sebagai akibat dari tindakan wan
prestasi (1243 KUHPerdata) ataupun Perbuatan Melawan Hukum (1365 KUH Pedata)
yang secara hukum (by law) berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata, akan memberikan
konsekuensi penghukuman bagi pihak yang telah melakukan tindakan wanprestasi
ataupun melawan hukum tersebut untuk membayar seluruh kerugian dari pihak-pihak
yang dirugikan dengan menggunakan seluruh harta miliknya, tidak saja yang telah
ada akan tetapi juga yang akan ada.
Melihat beberapa kasus yang terjadi selama ini baik
sebelum atau sesudah munculnya kasus yang terjadi di Indonesia, dan pada level internasional adalah kasus
Enron di Amerika Serikat berdampak kepada timbulnya krisis kepercayaan publik
terhadap profesi akuntan publik. Akuntan publik banyak mendapat sorotan dari
masyarakat yang menganggap para akuntan telah bersekongkol melakukan tindak
manipulasi informasi untuk kepentingan sekelompok masyarakat, dengan
mengorbankan kepentingan masyarakat banyak.
Informasi keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen
merupakan tanggung jawab pihak manajemen sepenuhnya. Bagaimanapun informasi
yang hanya bersifat sepihak dari manajemen akan cenderung untuk banyak
mengandung bias mengingat informasi tersebut dihasilkan dari lingkungan yang
dilingkupi oleh banyak kepentingan. Oleh karena itu diperlukan jasa
professional untuk menilai kewajaran informasi keuangan yang disajikan oleh
pihak manajemen. Jasa profesi inilah yang dilakukan oleh auditor independent.
Disinilah letak peran penting profesi akuntan
publik. Profesi ini hadir untuk memberikan penilaian atas keandalan
(reliability) informasi akuntansi yang disajikan perusahaan dalam laporan
keuangan. Untuk itulah maka pengujian oleh akuntan publik diperlukan guna
menetralisir bias yang melekat pada informasi tersebut, sehingga laporan yang
telah dinyatakan wajar oleh akuntan publik akan berisi informasi yang reliable.
Adanya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh
pemakai laporan keuangan dengan apa yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab
auditor menimbulkan adanya suatu perbedaan yang disebut expectation gap.
Auditor di dalam melaksanakan audit harus sesuai dengan standar auditing yang
berlaku umum sementara itu para pemakai laporan keuangan memiliki keyakinan
bahwa auditor menjamin akurasi laporan keuangan dan menjamin
kelangsungan hidup perusahaan.
Keyakinan yang dimiliki oleh para pemakai laporan keuangan nantinya cenderung akan menjadi masalah ketika opini yang dikeluarkan oleh auditor pada kenyataannya tidak sesuai dengan kondisi yang ada di perusahaan. Disinilah mulai hilang kepercayaan pemakai laporan keuangan terhadap akuntan karena ketidakmampuannya mendekati harapan publik, yang akan berakibat adanya tuntutan dan gugatan terhadap kewajiban hukum profesi akuntan publik yang dianggap telah melakukan kesalahan di dalam memberikan opini.
Keyakinan yang dimiliki oleh para pemakai laporan keuangan nantinya cenderung akan menjadi masalah ketika opini yang dikeluarkan oleh auditor pada kenyataannya tidak sesuai dengan kondisi yang ada di perusahaan. Disinilah mulai hilang kepercayaan pemakai laporan keuangan terhadap akuntan karena ketidakmampuannya mendekati harapan publik, yang akan berakibat adanya tuntutan dan gugatan terhadap kewajiban hukum profesi akuntan publik yang dianggap telah melakukan kesalahan di dalam memberikan opini.
Untuk melihat lebih jauh permasalahan mengenai
kewajiban hukum (legal liability) bagi profesi auditor, maka dalam makalah ini
akan dibahas mengenai kewajiban hukum (legal liability) bagi profesi auditor
dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber yang meliputi tinjauan
teori, konsep dan pendapat para pakar-pakar auditing.
1 .2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah
diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah :
1 . Kewajiban
hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum (legal liability) bagi
auditor.
2 . Bagaimana
bentuk hukum dan kewajiban hukum dari profesi auditor berdasarkan realitas
praktik yang pernah terjadi di lapangan.
1.3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1 . Untuk
memperoleh pemahaman atas kewajiban hukum yang berkaitan dengan kewajiban hokum
(legal liability) auditor.
2 . Untuk
mendapatkan gambaran umum tentang realita hukum profesi auditor dalam praktik
yang pernah terjadi di lapangan.
BAB.
II
PEMBAHASAN
Lingkungan Yuridis
Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh
seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti
pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat
pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi
administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi
pencabutan ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal
64 dan pasal 65. Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru
dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP
dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta
juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari
pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan
izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan
sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif
tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi
eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun KAP, ternyata
masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang
telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil
audit dari Akuntan Publik tersebut.
Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab
(Boynton,2003,h.68):
a . Mendeteksi
kecurangan
1 . Tanggungjawab
untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja,
diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan
yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material
yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.
2 . Tanggungjawab
untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan. Laporan ini
dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan direksi
- Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
1 . Tanggungjawab
untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor
bertanggungjawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum
yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan
keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi
adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut
dengan kemahiran yang cermat dan seksama.
2 . Tanggungjawab
untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar
hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak
manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi
atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggungjawab untuk
menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan
keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Lebih jauh Soedarjono dalam Sarsiti (2003)
mengungkapkan bahwa auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu:
1 . Tanggung
jawab terhadap opini yang diberikan. Tanggung jawab ini hanya sebatas opini
yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen.
Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya
melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil
usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum,
menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen.
2 . Tanggung
jawab terhadap profesi. Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan
yang telah disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku,
standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia.
3 . Tanggung
jawab terhadap klien. Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan
seksama dan menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap
lalai dan bisa dikenakan sanksi.
4 . Tanggung
jawab untuk mengungkapkan kecurangan. Bila ada kecurangan yang begitu besar
tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab.
5 . Tanggung
jawab terhadap pihak ketiga, seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya.
Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang
bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak
didasari dengan dasar yang cukup.
6 . Tanggung
jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan. Dengan
melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak
cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.
Pemahaman Hukum dalam
Kewajiban Auditor
Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa
penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya
pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis
dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit, dan risiko audit. Berikut ini
defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut
Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
1. Kegagalan
bisnis : kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidakmampu membayar kembali
utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi
ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau
persaingan yang tak terduga dalam industri itu.
2. Kegagalan
audit :kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang
salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang
berlaku umum.
3. Risiko
audit :adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan
disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan
tersebut disajikan salah secara material.
Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik
telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa
business failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir
ini, akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan
tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan.
Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam
menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika
menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care).
Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor
menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus
menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang
(typical) akuntan publik bertindak. Sedangkan gross negligence merupakan
kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika.
Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi
standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu
(ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka
akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik
dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila
suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya
dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang
bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal
menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan
audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus
membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor
tersebut. Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan
kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak
dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim
bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir
menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika
terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah
saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah
melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.
Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek
tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi,
sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan
publik dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama
yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah
(Loebbecke dan Arens,1999,h.786):
1. Meningkatnya
kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan public
2. Meningkatnya
perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan
tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor
3. Bertambahnya
kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu
pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb
4. Kesediaan
kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan,
untuk menghindari biaya yang tinggi.
Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat
pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat
di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap
keberadaan suatu hukum. Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik
di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar
apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi
terhadap hukum.
Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan
membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat,
yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik.
Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di
era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan
fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani
melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan
publik.
Kewajiban Hukum Bagi
Auditor
Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya
merupakan subjek hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas
kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam
kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits)
atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan
Shinneke,2003,h.69). Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka
menjelaskan bahwa litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra
atau reputasi bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan
publik tersebut.
Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan
(Media akuntansi, 2003) tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia
terhadap kepercayaan yang diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat
memberikan kualitas jasa yang dapat dipertanggung jawabkan dengan mengedepankan
kepentingan publik yaitu selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap
melakukan analisa serta berkompeten dalam teknis pekerjaannya. Terlebih-lebih
tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya.
Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit
apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut
Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul
Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari (2001) adalah
seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini :
1. Kewajiban
kepada klien (Liabilities to Client) Kewajiban akuntan publik terhadap klien
karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati,
pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran
kerahasiaan oleh akuntan public
2. Kewajiban
kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third party) Kewajiban
akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat
karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkam
3. Kewajiban
Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under securities laws)
Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang
ketat.
4. Kewajiban
kriminal (Crime Liabilities) Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat
kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan criminal menurut undang-undang.
Sumber: Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari
Sumber: Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari
Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan
publik di Indonesia secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara
implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan
mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang
berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar
Syahdan,2003).
Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan
publik di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi
untuk melengkapi aturan main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu
sisi kalangan profesi dapat menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai
landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab
profesional terhadap akuntan publik.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kewajiban hukum bagi seorang akuntan publik adalah bertanggung jawab atas
setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi kesalahan yang diakibatkan
oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik dapat dimintai pertanggung
jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum auditor
Tinjauan Beberapa Kasus
Makalah ini akan mengambil beberapa contoh kasus
yang menyangkut permasalahan hukum bagi profesi auditor, misalnya : kasus yang
terjadi di pasar modal di Indonesia dan kasus yang terjadi di USA.
·
Kasus dugaan penggelembungan nilai (mark
up) yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma dimana laba perusahaan pada tahun 2001
dicatat sebesar Rp 132 Milyar padahal sebenarnya hanya Rp 99,594 Milyar.
Laporan adanya indikasi mark up tersebut diberikan sendiri oleh pihak auditor
yang mengaudit dari laboran keuangan perseroan tahun 2001 tersebut. Bapepam
akhirnya menjatuhkan sanksi denda Rp 500 juta Kepada PT. Kimia Farma Tbk, dan
kepada auditornya sebesar Rp 100 juta (Huanakala dan Shinneke, 2003).
·
Dalam kasus PT. Bank Lippo Tbk, pihak
manajemen dinilai teledor dengan menyatakan laporan keuangan unaudited sebagai
audited. Seharusnya begitu mengetahui ada perbedaan dalam laporan keuangan
manajemen langsung mengoreksinya dan mengumumkan kepada publik. Pada kasus ini
Bapepam memberikan sanksi denda administratif sebesar Rp 2,5 milyar bagi PT. Bank
Lippo Tbk untuk kesalahan penempatan kata audited dan Rp 3,5 juta bagi akuntan
publiknya untuk keterlambatan menyampaikan laporan penting (Huanakala dan
Shinneke, 2003).
·
Pada Tahun 1983 Giant Store membeli
perusahaan Rosenblum dengan pertukaran saham. Nilai saham ditentukan
berdasarkan laporan keuangan Giant Store yang telah diaudit oleh kantor akuntan
publik. Pemilik Rosenblum menuntut auditor dengan dasar kelalaian untuk
menemukan penipuan, yang menyebabkan saham diterima dengan harga yang sebenarnya
lebih rendah. Pembelaan auditor adalah bahwa penuntut tidak mempunyai hubungan.
Kasus diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi New Jersey dengan keuntungan pada
pihak penuntut. Dalam putusannya itu, pengadilan menyatakan bahwa auditor
mempunyai tugas bagi semua orang yang seharusnya sudah dapat diketahui sebagai
pemakai laporan keuangan, karena mereka menggantungkan laporan keuangan
tersebut untuk tujuan bisnis mereka. (Loebbecke dan Arens, 1999,h.795).
·
Dalam kasus ESM Government Securiites vs
Alexander Grart & Co (1986), manajemen mengatakan kepada partner KAP yang
mengaudit ESM bahwa laporan keuangan tahun lalu yang telah diaudit mengandung
kesalahan yang material. Daripada mengikuti standar yang berlaku partner setuju
untuk tidak mengungkapkannya dalam tahun berjalan. Tetapi situasi memburuk, dan
bahkan, menimbulkan keruguan lebih dari Rp 600 milyar. Partner disalahkan
karena tindakan kriminal yang melindungi penipuan dan harus menjalani hukuman
penjara selama 12 tahun,
Berdasarkan contoh-contoh kasus di atas yang
merupakan realitas praktik yang pernah terjadi di lapangan terbukti bahwa
setiap auditor yang melakukan pelanggaran dapat dituntut secara hukum sebagai
bentuk pertanggung jawaban atas audit yang dilakukannya.
Kewajiban Menurut Hukum Kebiasaan
(Common Law)
Common law seringkali diartikan sebagai hukum yang
tidak tertulis. Hukum ini berdasarkan atas keputusan pengadilan dan bukan atas
hukum yang dibuat dan disahkan oleh pihak legislative. Common law berasal dari
prinsip-prinsip yang berdasarkan keadilan, alasan, dan hal-hal yang masuk akal
dan bukannya hukum yang absolute, tetap dan kaku. Prinsi-prinsip common law
ditentukan oleh kebutuhan social masyarakat. Oleh karena itu, perubahan pada
common law merupakan tanggapan atas kebutuhan masyarakat.
Dalam kasus-kasus yang spesifik, kewajiban seorang
akuntan akan ditentukan oleh putusan pengadilan Negara bagian atau federal yang mendorong untuk diterapkannya
yurisprudensi yang dirasakan mampu mengendalikan. Karena di Amerika Serikat
terdapat 51 yurisdiksi yang independen, maka mungkin akan timbul
keputusan-keputusan pengadilan yang berbeda satu sama lain untuk masalah yang
relative serupa. Dalam kasus common law, hakim memiliki fleksibilitas untuk
mempertimbangkan factor-faktor social , ekonomi, politik maupun yurisprudensi
yang pernah ada. Menurut common law, kewajiban para CPA berkaitan luas dengan
dua pihak, yaitu para klien dan pihak ketiga.
Kewajiban Kepada Klien
Seorang CPA berada dalam hubungan kontraktual
langsung dengan klien. Dengan menyetujui untuk melaksanakan jasa bagi klien,
CPA berperan sebagai kontraktor independen. Jasa-jasa spesifik yang akan
diberikan, sebaiknya disebutkan dalam surat perikatan. Istilah hubungan pribadi
dalam kontrak (privity of contract) menunjuk pada hubungan kontraktual yang ada
antara dua atau lebih pihak yang terlibat dalam kontrak. Cirri khas suatu
perikatan audit adalah anggapan bahwa audit akan dilakukan sesuai dengan
standar professional, yaitu, standar auditing yang berlaku umum (GAAS), kecuali
kontrak menyebutkan kalimat lain yang berarti sebaliknya. Seorang akuntan
bertanggung jawab kepada klien sesuai dengan hokum kontrak atau tort law (hukum
yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi).
Hukum Kontrak (Contract
Law)
Seorang auditor bertanggung jawab kepada klien atas
pelanggaran kontrak (breach of contract), apabila ia:
·
Menerbitkan laporan audit standar tanpa
melakukan audit sesuai GAAS
·
Tidak mengirimkan laporan audit sesuai
dengan batas waktu yang telah disepakati
·
Melanggar hubungan kerahasiaan klien
Kewajiban auditor harus atas pelanggaran kontrak
dapat meluas sampai subrogee. Subrogee
ialah pihak yang memperoleh hak pihak lain melalui substitusi. Sebagai contoh,
jaminan karyawan dianggap merupakan bagian yang penting dari lingkungan
pengendalian intern perusahaan. Apabila terjadi penggelapan, perusahaan
penjamin akan membayar kerugian yang diasuransikan. Selanjutnya sesuai dengan
hak subrogasi terhadap klaim
kontraktual yang diasuransikan, CPA dapat digugat atas kegagalannya menemukan
kecurangan tersebut.
Apabila terjadi pelanggaran kontrak, penggugat akan
mencari satu atau lebih jalan keluar sebagai berikut :
1. Kewajiban
spesifik tergugat dalam kontrak,
2. Kerugian
keuangan langsung yang terjadi akibat pelanggaran tersebut,
3. Kerugian
terkait dan kerugian sebagai konsekuensi yang merupakan akibat tidak langsung
atas pelanggaran tersebut.
Hukum Kerugian (Tort
Law)
Seorang CPA juga bertanggung jawab kepada klien
menurut hukum kerugian. Tindakan merugikan (tort action) adalah tindakan salah
yang merugikan milik, badan, atau reputasi seseorang. Tindakan merugikan dapat
dilakukan berdasarkan salah satu penyebab berikut ini :
1. Kelainan
yang biasa (ordinary negligence), yaitu kelalaian untuk menerapkan tingkat
kecermatan yang biasa dilakukan secara wajar oleh orang lain dalam kondisi yang
sama.
2. Kelalaian
kotor (gross negligence), kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang
paling ringan dalam suatu kondisi tertentu.
3. Kecurangan
(fraud), yaitu penipuan yang direncanaka, misalnya salah saji,
menyembunyikan,mengungkapkan sehingga dapat merugikan pihak lain.
Menurut hukum kerugian, biasanya pihak yang
dirugikan mencari kerugian keuangan. Kertas kerja auditor sangat penting untuk
membuktikan bahwa tuntutan pelanggaran kontrak dan pelanggaran tugas adalah
tidak benar menurut hukum kerugian. Dalam banyak kasus, penggugat memiliki hak
untuk menuntut dengan menggunakan pasal-pasal kontrak atau menggunakan hukum
kerugian.
Kewajiban Kepada Pihak
Ketiga
Kewajiban auditor kepada pihak ketiga menurut common low merupakan hal yang penting
dalam setiap pembahasan tentang kewajiban auditor. Pihak ketiga (third party) dapat didefinisikan sebagai
seseorang yang tidak mengetahui tentang pihak-pihak yang ada di dalam kontrak.
Menurut sudut pandang hukum, terdapat dua kelompok pihak ketiga, yaitu :
pemegang utama dan pemegang hak lainnya. Pemegang hak utama (primery beneficiary) adalah seorang yang
namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai
penerima utama laporan auditor. Sebagai contoh, pada saat surat perikatan di
tandatangani, bahwa klien melaporkan bahwa akan digunakan untuk mendapatkan
pinjaman dari City National Bank,
maka bank tersebut akan menjadi pemegang hak utama. Sebaliknya, pemegang hak
lainnya (uder beneficiaries) adalah pihak
ketiga yang namanya tidak disebutkan, seperti para kreditor, pemegang saham,
dan investor potensial.
Auditor bertanggung jawab kepada semua pihak ketiga
atas semua kelalaian kotor dan kecurangan menurut hukum kerugian (tort law). Sebaliknya kewajiban auditor
atas kelalaian biasa pada umumnya berbeda antara kedua kelompok pihak ketiga
tersebut.
Kewajiban Kepada
Pemegang Hak Utama
Doktrin hubungan pribadi dalam kontrak meluas pada
pemegang hak utama atas pekerjaan auditor. Kasus yang bersejarah yang terjadi
pada tahun 1931, Ultramares Corp. V. Touche berikut temuan-temuan pentingnya
akan disampaikan berikut ini :
Ultramares
Corp. V. Touche (1931) kewajiban atas kelalain. Touche adalah auditor yang
digugat akan kegagalannya untuk menemukan transaksi fiktif yang menyebabkan
terjadinya lebih saji atas aktiva dan ekuitas pemegang saham sebesar $700 dalam
audit laporan keuangan Fred Stern & Co. setelah menerima laporan keuangan
yang telah diaudit tersebut, Ultramares memberikan pinjaman sejumlah besar uang
kepada Stern, yang kemudian tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut, karena
memang benar-benar tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. Kemudian
Ultramares menggugat kantor CPA yang mengaudit dengan pasal kelalaian dan
kecurangan.
Pengadilan
menyatakan auditor bersalah atas kelalaian yang di perbuatnya, namun akuntan
tidak harus bertanggung jawab kepada pihak ketiga, kecuali kepada pemegang hak
utama. Hakim Cardozo menyatakan : seandainya ada kelalaian berupa kesalahan
kecil atau kesalahan besar yang bodoh atas kegagalan mendeteksi adanya
pencurian atau pemalsuan dibalik ayat-ayat jurnal yang fiktif, hal ini dapat
menyeret seorang akuntan pada kewajiban dalam jumlah yang tidak pasti, waktu
yang tidak pasti, dan kelompok yang tidak pasti. Bahaya yang ditimbulkan oleh
bisnis yang di jalankan dengan persyaratan tersebut sangatlah besar sehingga
dapat membangkitkan keraguan apakah tidak terdapat kesalahan dalam kaitan tugas
yang membawa konsekuensi ini. Pengadilan juga menetapkan bahwa dengan adanya kelalaian,
tidak serta merta membebaskan para akuntan dari konsekuensi kecurangan. Kasus
ini termasuk kelalaian kotor yang berbentuk kecurangan.
Pada dasarnya kasus Ultramares mendukung doktrin
hubungan pribadi dalam kontrak, dimana pihak ketiga tidak dapat mengugat
auditor untuk kelalaian biasa. Namun keputusan hakin Cardozo memberikan hak
kepada para pemegang hak utama sebagai yang mengetahui tentang kontrak. Oleh
karena itu, sebagai pemegang hak utama, Ultramares dapat menggugat dang anti
rugi terhadap kelalaian biasa seorang auditor.
Sebuah analisis atas keputusan tersebut menunjukkan
adanya beberapa factor lingkungan signifikan yang secara khusus menarik dalam
pandangan lingkungan hukum yang diuraikan sebelumnya. Pertama, hakim mengakui
bahwa kewajiban yang diperluas atas kelalaian biasa kepada pihak ketiga dapat
menyurutkan langkah orang-orang untuk memasuki profesi akuntan, sehingga dapat
menghalangi masyarakat mendapatkan layanan yang bernilai. Kedua, dia menjadi
takut bahwa gangguan yang lebih luas atas doktrin hubungan pribadi dalam
kontrak akan berdampak juga kepada professional lainnya sebagai pengacara atau
dokter. Ketiga, keputusan tersebut menegaskan kembali kewajiban auditor kepada
pihak ketiga atas terjadinya kelalaian kotor atau kecurangan.
Kewajiban Kepada
Pemegang Hak Lainnya
Factor-faktor lingkungan berikut telah memberikan
sumbangan yang cukup berarti atas terjadinya perubahan tersebut :
1. Konsep
kewajiban telah berubah secara lambat namun signifikan untuk mewajibkan
perlindungan pelanggan dari kesalahan pabrikan (kewajiban produk) dari
kesalahan professional (kewajiban jasa),
2. Perusahaan
bisnis dan kantor-kantor akuntan telah bertumbuh dalam ukuran yang memungkinkan
merekan memikul lebih baik tanggung jawab yang baru,
3. Jumlah
individu dan kelompok yang mengandalkan laporan keuangan yang telah di audit
telah bertumbuh dengan mantab.
Putusan-putusan pengadilan telah mengakui adanaya 2
kategori pihak ketiga lain sebagai pemegang hak sebagai berikut :
1. Golongan
yang telah diketahui sebelumnya (foreseen
class)
2. Pihak-pihak
yang telah diketahui sebelumnya (foreseeable
parties)
Golongan Yang Diketahui
Sebelumnya
Pergeseran pertama dari doktrin Ultramares terjadi
dalam bentuk penerimaan pengadilan secara spesifik atas konsep golongan yang
telah diketahui sebelumnya (foreseen
class). Konsep ini dijelaskan dalam Restatement
(second) of Torts 552 sebagai berikut :
1. Seseorang
yang memiliki kepentingan dalam melaksanakan usahanya, profesinya, atau
pekerjaan, atau dalam transaksi lainnya, dimana ia memiliki kepentingan
keuangan, ternyata memberikan informasi tidak benar yang akan menjadikan
pedoman yang lain dalam melakukan transaksi bisnisnya, akan bertanggungjawab
atas kerugian keuangan yang disebabkan oleh diandalkannya secara beralasan
informasi tersebut, apabila ia gagal kecermatan, atau kompetensi yang memadai
dalam mendapatkan atau mengkomunikasikan informasi tersebut.
2. Kecuali
seperti yang dinyatakan dalam ayat 3, kewajiban yang dinyatakan dalam ayat 1
terbatas pada kerugian yang diderita,
a. Oleh
seseorang atau suatu kelompok terbatas yang mendapatkan manfaat dan pedoman
yang dimaksudkan dengan memberikan informasi atau mengetahui bahwa penerima
bermaksud untuk memberikan informasi tersebut
b. Yang
terjadi karena mengandalkan informasi tersebut dalam transaksi yang dimaksudkan
dapat di pengaruhi oleh informasi tersebut atau mengetahui bahwa penerima
bermaksud menggunakan informasi tersebut untuk mempengaruhi transaksi yang
substainsial.
3. Kewajiban
seseorang yang sedang dalam tugas public untuk memberikan informasi luas yang
dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang menderita kerugian dalam bentuk
transaksi oleh kelompok yang mendapat manfaat yang ceritakan dari tugas
tersebut.
Pihak yang Dapat
Diketahui Sebelumnya
Perorangan atau entitas yang diketahui ataupun yang
akan diketahui auditor akan mengembalikan laporan audit dalam membuat keputusan
bisnis dan investasi digolongkan sebagai pihak-pihak yang dapat diketahui
sebelumnya (foreseeable partisies).
Konsep ini memperluas konsep auditor dalam menerapkan kecermatan pada setiap
pihak yang dapat diketahui sebelumnya akan menderita kerugian keuangan karena
mengandalkan penyajian auditor. Pihak yang diketahui sebelumnya meliputi para
kreditor, pemegang saham, dan investor yang ada sekarang maupun akan datang.
Sebelumnya, keadaan dapat diketahui dapat digunakan secara luas oleh
pengadilan-pengadilan yang menangani kasus-kasus kerugian fisik. Sebagai
contoh, keadaan dapat diketahui secara universal digunakan dalam kasus-kasus
kewajiban produk apabila kelalaian pabrikan menyebabkan kerugian fisik. Konsep
ini diterapkan dalam kasus kelalaian audit yang terjadi pada awal tahun
1980-an.
Pembelaan dalam Common
Law
Pada umumnya auditor harus menggunakan kecermatan
sebagai pembelaan dalam gugatan pelanggaran kontrak termasuk tuntutan ganti
rugi atas kelalaian. Dalam hal tuntutan ganti rugi, pembelaan utama adalah
bukti kecermatan atau kelalian kontributif.
Apabila menggunakan pembelaan berdasarkan kecermatan
(due care defense) , auditor harus
berusaha membuktikan bahwa audit tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan
GAAS. Kertas kerja auditor merupakan alat bukti yang penting dalam pembelaan.
Selain itu, auditor harus dapat meyakinkan siding pengadilan bahwa pada
dasarnya dalam proses audit terdapat batasan-batasan yang bersifat melekat.
Dengan demikian, karena digunakan teknik pengujian selektif, maka terdapat
risiko bahwa kesalahan yang material atau penyimpangan yang ada, dapat saja
tidak terdeteksi.
Restatement
(Second)of Torts pasal 465 (1965) mendefinisikan
kelalaian kontributif (contributory negligence):
Pelaksanaan kerja di bawah standar yang dilakukan penggugat sebagai bagian yang
harus dilaksanakannya, di mana ia harus menyesuaikan perlindungannya sendiri,
dan yang secara hukum menjadi penyebab timbulnya kelalaian tergugat yang
menimbulkan karugian penggugat.
Dengan demikian, apabila penggugat telah
berkontribusi atas kerugian karena kelalaiannya sendiri, maka hukum
mempertimbangkan ia akan bertanggung jawab sebagai tergugat atas kerugian
tersebut. Dalam kasus semacam ini, tidak terdapat dasar untuk memperoleh ganti
rugi karena kalalaian satu pihak telah meniadakan kelalaian pihak lainnya.
Pada sebagian Negara bagaian, kelalaian kontributif
ini merupakan bahan oembelaan bagi auditor hanya bila kelalaian tersebut secara
langsung menyebabkan kegagalan auditor dalam melaksanakan tugasnya. Dalam kasus
besar, adanya kenyataan bahwa struktur pengadilan intern klien tidak mampu
mencegah timbulnya masalah akuntansi, dinyatakan tidak cukup untuk melepas
tanggung jawab auditor.
Meminimalkan Risiko
Litigasi
Sebagaimana profesi yang lain, seperti
dokter dan pengacara, dewasa ini para CPA juga menjalankan praktiknya di dalam
iklim kebijakan public nasional yang sedang menekankan pada pentingnya
perlindungan bagi konsumen (masayarakat umum) dari pekerjaan di bawah standar
yang dilakukan oleh para professional. Dari hasil analisis atas berbagai kasus
pengadilan yang melibatkan para CPA, direkomendasikan sejumlah tindak
pencegahan yang perlu diambil oleh seorang CPA untuk meminimalkan risiko
terjerarat dalam litigasi, yaitu:
1. Menggunakan
surat perikatan untuk semua jenis jasa professional. Surat-surat terssebut akan
menjadi dasar persetujuan kontraktual serta meminimalkan risiko kesalahpahaman
tentang jasa yang telah disepakati.
2. Melakukan
investigasi yang menyeluruh atas klien prospektif. Investigasi ini penting
untuk meminimalkan kemungkinan CPA dikaitkan dengan klien yang manajemennya
tidak memiliki integritas.
3. Lebih
menekankan mutu jasa daripada pertumbuhan. Kemampuan sebuah koantor akuntan
public untuk menetapkan staf dengan tepatr pada suatu perikatan merupakan hal
yang penting bagi mutu pekerjaan yang akan dihasilkan. Penerimaan tugas dengan
objek usaha baru yang akan menimbulkan perlunya kerja lembur yang berlebihan,
beban kerja di atas normal, serta kurangnya supervise dari professional yang
berpengalaman sebaiknya ditolak/
4. Mematuhi
sepenuhnya ketentuan professional. Kepatuhan pada Statement on Auditing Standard (SAS) merupakan hal yang penting.
Seorang auditor harus mampu memberikan alasan terjadinya setiap penyimpangan
dari pedoman yang telah ditetapkan.
5. Mengakui
keterbatasan ketentuan professional. Pedoman professional tidak mencakup
semuanya. Selainitu, pengujian subjektif atas kelayakan dan kewajaran akan
digunakan oleh para hakim, juri, dan pejabat pemerintah dalam menimbang
pekerjaan auditor. Auditor harus menggunakan pertimbangan professional yang
mantap selama audit berlangsung dan dalam penerbitan laporan audit.
6. Menetapkan
dan menjaga standar yang tinggi atas pengendalian mutu. Kantor CPA dan para
auditor secara perorangan jelas dinyatakan bertanggung jawab atas pengendalian
mutu. Review sejawat (peer review) akan memberikan keyakinan
independen tentang mutu dan efektivitas berkanjut prosedur yang telah
dirumuskan.
7. Memperhatikan
tindak pencegahan dalam perikatan tentang keterlibatan klien dalam kesulitan
keuangan. Ancaman atas keadaan klien yang tidak solven ataupun kepailitan dapat
mengarah kepada kesengajaan salah saji dalam laporan keuangan. Banyak gugatan
hukum yang dilancarrkan terhadap auditor berawal dari kepailitan perusahaan
yang terjadi setelah terbitnya laporan auditor. Auditor harus menimbang dengan
cermat kecukupan dan kompetensi bukti yang diperoleh ketika mengaudit
perusahaan tersebut.
8. Mewaspadai
risiko audit. Dalam pertemuan konsultatif antara para staf AICPA dengan Dewan
Standar Auditing (ASB) yang dilaksanakan secara periodic, dibahas tentang
masalah-masalah risiko audit yang harus diwaspadai. Risiko audit yang harus
diwaspadai mengandung informasi penting tentang perkembangan ekonomi dan kebijakan
dalam industry tertentu yang dapat mempengaruhi pemeriksaan auditor dan
pertimbangan professional. Mengenali resiko audit yang harus diwaspadai akan
sangat membantu dalam menilai kelayakan dan kewajaran laporan keuangan seorang
klien dalam industry tertentu.
BAB.II
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Expectation gap antara masyarakat dan profesi
akuntan publik memang nyatanya semakin lebar. Satu sisi masyarakat harus
memahami posisi dan fungsi akuntan dan sisi lain akuntan harus bisa menjawab
segala tuntutan masyarakat. Sosialisasi atas jenis-jenis jasa dan batasan
tanggung jawab akuntan publik kepada masyarakat adalah hal yang mutlak harus
dilakukan. Masyarakat juga harus menyadari bahwa laporan keuangan adalah
tanggung jawab manajemen dan akuntan hanya bertanggung jawab atas opini yang
dikeluarkan dalam aspek-aspek yang material pada penugasan general audit.
Berdasarkan pembahasan rumusan masalah, akuntan
publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi
kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik
dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum
auditor dan di dalam prakteknya terbukti bahwa setiap auditor yang melakukan
pelanggaran dapat dituntut secara hukum sebagai bentuk pertanggung jawaban atas
audit yang dilakukannya.
Tanggung jawab hukum auditor semakin berat, namun
hal ini bukanlah isyarat untuk menjadi panik. Auditor hanya bertanggung jawab
atas opini mengenai laporan keuangan dan opini tersebut harus mempunyai bobot
integritas dan kompetensi profesional berdasarkan standar yang telah
ditetapkan. Jadi legal liability bukanlah ancaman bagi auditor tetapi lebih
merupakan tantangan untuk bekerja lebih profesional dan independen.
Perlunya perangkat hukum yang pasti guna mengatur
akuntan publik di Indonesia untuk melengkapi aturan main yang sudah ada. Hal
ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat menjalankan tanggung
jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain
masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan
penuntutan tanggung jawab profesional terhadap akuntan public
Selamat Tahun Baru semuanya,
BalasHapusNama saya Mia.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 JUTA) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com dan miss Sety yang saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia dia juga mendapat pinjaman dari Ibu Cynthia baru Anda juga dapat menghubungi dia melalui email nya: arissetymin@gmail.com Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.
“Bismillah, ar-Rahman, ar-Rahim”.
BalasHapusFirm: CREDIT FINANCIAL GROUP
E-mail: (creditfinancialgroup01@gmail.com)
BBM INVITES: {DDA46523}
Firm: CREDIT FINANCIAL GROUP Dari meja kerja dan kantor CREDIT FINANCIAL GROUP tahun ini berjanji akan menjadi tahun lebih banyak uang di rekening bank Anda, hal ini karena kami mengelola CREDIT FINANCIAL GROUP memberikan pinjaman kepada semua orang yang memiliki kebutuhan finansial besar tahun baru ini untuk memulai bisnis satu atau dua bahkan untuk merenovasi rumah mereka juga untuk menghidupkan kembali bisnis mereka dan jangan takut pada pemasangan bulanan Anda karena kami memiliki paket khusus untuk mempersiapkan Anda atau bahkan memberi kuliah tentang bagaimana menginvestasikan uang Anda dengan sumber daya yang sangat tinggi. bisnis jadi tolong jangan hanya duduk di sana dan kemudian membiarkan orang lain untuk maju secara finansial mengatakan tidak pada kemiskinan tahun ini mengatakan tidak kepada hutang tahun ini tahun ini adalah tahun yang luar biasa yang bisa membawa kemasyhuran Allah tidak menyangka kita menjadi miskin ketimbang kita menjadi bijak dalam menghasilkan uang dan kemudian menginvestasikan uangnya dalam bisnis yang sangat menggiurkan sehingga melalui ini kita di sini untuk meminjamkan Anda karena CREDIT FINANCIAL GROUP dipenuhi dengan dana yang telah Anda cari anda bisa menghubungi kami melalui detil kontak di bawah ini
E-mail: (creditfinancialgroup01@gmail.com)
BBM INVITES: {DDA46523}