Mendaki gunung. Satu kegiatan yang oleh sebagian orang hanya
dipandang sebagai kegiatan yang sia-sia. Tatapan mereka sinis dan tak
jarang pula disertai dengan cibiran. Mereka pun berkata merendahkan,
saat melihat sekolompok orang dengan carier sarat beban, topi rimba,
baju lapangan, dan sepatu gunung yang dekil bercampur lumpur. Hanya
sebagian saja yang menatap mereka dengan mata berbinar menyiratkan
kekaguman.
Mengapa bisa begitu? Itu lantaran tidak
banyak yang bisa memahami apa yang dirasakan oleh seorang pendaki.
Karena perasaan yang luarbiasa itu hanya bisa benar-benar dirasakan oleh
mereka yang telah mendaki gunung. Sehingga karena ketidaktahuan itulah
banyak orang yang berseloroh; “Ngapain cape-cape naik gunung,
menghabiskan waktu dan uang saja. Sudah disana dingin, ee.. setelah
sampai di puncak turun lagi. Sungguh sia-sia….” itulah yang saya rasakan ''
Rasa cemas, takut, letih dan bosan memang ada selama di perjalanan.
Tetapi jika kita memandang ke atas, melihat puncaknya, seolah-olah
terlihat jelas semua harapan dan kebahagiaan yang menanti. Gunung itu
memang tinggi, jalurnya terkadang ekstrim dan jurangnya pun sangat
dalam, tetapi selain itu ia sangat ramah dan membiarkan dirinya
diinjak-injak oleh kaki manusia. Ada banyak luka lecet di tangan, ada
kram otot, ada kelelahan yang sangat di kaki, ada napas yang terasa
sesak dan jantung yang rasanya mau pecah, ada rasa haus yang mencekik,
dan ada pula tanjakan tinggi yang seolah-olah tak pernah ada habisnya.
Namun semua itu akan segera terbayar lunas ketika telah tiba di
puncaknya. Semua pengorbanan itu tak sepadan dan tak ada artinya lagi,
ketika kedua kaki bisa berdiri di puncak tertingginya.
Sungguh, semua kenangan indah di puncak gunung tertoreh abadi di
dalam jiwa para pendaki. Sebuah pengalaman yang diraih setelah
perjuangan panjang mengalahkan diri sendiri. Setelah diri berani
mengambil keputusan di antara beberapa pilihan; terus mendaki atau
berhenti sampai disini. Karena yakinlah, bahwa tidak hanya di gunung
saja kita harus membuat keputusan di tengah tekanan. Dan betapa hidup
itu mahal. Betapa hidup itu ternyata terdiri dari berbagai pilihan.
Sebab kita harus mampu memilihnya meski dalam kondisi terdesak. Sehingga
di gununglah kita belajar. Di gununglah kita bisa lebih baik dalam
memilih yang terbaik.
Kawan ku. Satu pesan yang dapat diambil yaitu, janganlah lupa bahwa kita
ini hanyalah makhluk yang fana dan lemah. Jangan pernah sombong, karena
hanya mendaki satu gunung-Nya saja kita sudah hampir tak berdaya.
Bagaimana bila harus menciptakan yang sama dengan ciptaan-Nya itu?
Sehingga sadarlah, bahwa tunduk pada setiap perintah-Nya adalah jalan
satu-satunya untuk bisa dikatakan bersyukur dan meraih kebahagiaan yang
sejati.
Foto-foto diatas adalah kenangan indah perjalanan ke puncak gunung Bawakaraeng , Malino tahun 2013 pendakian yang dilakukan banyak orang dan dalam waktu 24 jam untuk menempuh puncak gunung bawakaraeng mungkin itu pendakian yang sangat lama bagi saya, hal itu karena ada salah satu teman yang mengalami kecape'an, letih dan lelah pada saat mendaki .sungguh penuh dengan keindahan...heeee