Kamis, 16 Januari 2014

Sejarah pemikiran ekonomi islam klasik



Nabi Muhamad: Perumus Pertama Ekonom Syariah
          Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw adalah pemikir dan aktivispertama ekonomi syariah, bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul.Pada zamanya telah dikenal pula transaksi jual beli serta perikatan atau kontrak (al-buyu’ wa al-‘uqu`d). Di samping, samp[ai bats-batas tertentu, telah dikenal pulabagaimana mengelola harta kekayaan negara dan hak rakyat di dalamnya. Berbagaibentuk jual beli dan kontrak termaksud telah diatur sedemikian rupa dengan caramenyerap tradisi dagang dan perikatan serta berbagai bentuk kontrak yang telahada sebelumnya yang mendapat penyesuaian dengan wahyu, baik Alquran maupunSunnah. Bahkan lebih jauh lagi, Sunnah Rasul telah mengatur berbagai alattransaksi dan teori pertukaran dan percampuran yang melahirkan berbagai istilahteknis ekonomi syariah serta hukumnya, seperti al-buyu’, al-uqud, al-musyarakah, al-mudlarabah, al-musaqah, dll. Sementara para aktivis awal di bidang ini adalah para Sahabat Rasul itu sendiri.
Pemikiran ekonomi mendasar yang dikemudian hari disebut teori pertukaranatau percampuran (the theory of exchange) telah digariskan oleh Rasulullah. Landasan pertukaan barang dan jasa yang merupakan salah satu inti kegiatanekonomi terdiri dari dua pilar: Pertama, obyek pertukaran yang dalam fiqh dibedakan jenisnya, yakni: ‘ayn (real assets) berupa barang dan jasa; dan
Dayn (financialassets) berupa uang dan, sekarang dalam bentuk, surat berharga. Kedua, waktu pertukaran, yakni dalam bentuk naqdan (immediate delivery) yakni penyerahan pada saat itu juga atau ghayru naqdan (penyerahan kemudian). Ada tiga jenis pertukaran jika dilihat dari segi obyeknya, yakni: ayn bi ‘ayn; ‘ayn bidayn; dan, dayn bidyan.

Zaid bin Ali (80-120H./699-738M)
          Zaid adalah pengagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan hargayang lebih tinggi dari harga tunai.

Abu Hanifah (80-150H/699-767M)
            Abu Hanifah lebih dikenal sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionlistisdan dikenal puga sebagai penjahit pakaian atau taylor dan pedagang dari Kufah, Iraq. Ia menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apayang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-sala`m dan al-mura`bahah.

Al-Awza’i (88-157H./707-774M.)
          Nama lengkapnya Abdurahman al-Awza’i yang berasal dari Beirut, Libanon dan hidup sezaman dengan Abu Hanifah. Ia adalah pengagas orisinal dalam ilmu ekonomi syariah. Gagasan-gagasanya, antara lain, kebolehan dan kesahihan system muzara’ah sebagai bagian dari bentuk mura`bahah dan membolehkan peminjaman modal, baik dalam bentuk tunai atau sejenis.
Imam Malik Bin Anas (93-179H./712-796M.)
          Imam Malik lebih dikenal sebagai penulis pertama kitab hadis al-Muwatha’, dan Imam Madzhab hukum. Namun, ia pun memiliki pemikiran orisinal di bidang ekonomi, seperti: Ia menganggap raja atau penguasa bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya. Para pengusaha harus peduli terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.Teori istislah dalam ilmu hukum Islam yang diperkenalkanya mengandung analisis nilai kegunaan atau teori utility dalam filsafat Barat yang di kemudian hari diperkenalkan oleh Jeremy Benthan dan John Stuart Mill. Di samping itu, ia pun tokoh hukum Islam yang mengakui hak negara Islam untuk menarik pajak demi terpenuhinya kebutuhan bersama.

Abu Yusuf (112-182H./731-798H.)
            Abu Yusuf adalah seorang hakim dan sahabat Abu Hanifah.Ia dikenal dengan panggilan jabatanya (al-Qadli=hakim) Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim dan dikenal perhatianya atas keuangan umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan perkembangan pertanian. Ia pun dikenal sebagai penulis pertama buku perpajakan, yakni Kitab al-Kharaj. Karya ini berbeda dengan karya Abu ‘Ubayd yang datang kemudian. Kitab ini, sebagaimana dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis atas permintaan dari penguasa pada zamanya, yakni Khalifah Harun al-Rasyid, dengan tujuan untuk menghindari kedzaliman yang menimpa rakyatnya serta mendatangkan kemaslahatan bagi penguasa. Oleh karena itu, buku ini mencakup pembahasan sekitar jibayat al-kharaj, al-µusyur, al-shadaqat wa al-jawali (al-jizyah). Tulisan Abu Yusuf ini mempertegas bahwa ilmu ekonomi adalah bagian tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk mensejahterakan mereka. Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada tanggung jawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia  adalah peletak dasar prinsip-prinsip perpajakan yang dikemudian hari diambil´ oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang pengendalian harga atau tas’ir , yakni penetapan harga oleh penguasa. Sedangkan Ibn Taymiyyah memperjelas secara lebih rinci dengan menyatakan bahwa tas’ir dapat dilakukan pemerintah sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Hanya saja, ia mempertegas, kapan tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah dan kapan tidak, dan bahkan kapan pemerintah wajib melakukanya.

Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224H/774-738M)
Pembahasan ekonomi syariah dalam karya Abu ‘Ubayd, al-Amwa’l, diawali dengan enam belas buah hadis di bawah judul haqq al-ima`m ‘ala` al-ra’iyyah, wa haqq al-ra’iyyah ala al-ima`m (hak pemerintah atas rakyatnya dan hak rakyat atas pemerintahnya). Buku ini dapat digolongkan sebagai karya klasik dalam bidang ilmu ekonomi syariah karena sistimatika pembahasanya dengan merekam sejumlah ayat Alquran dan hadis di bidangnya. Bab pertama buku ini, umpamanya, diawali dengan mengutip hadis yang menyatakan bahwa agama itu adalah kritik: al-d`in al-nshi`hat ; disusul hadis yang menyatakan bahwa setiap orang adalah penggembala´ yang bertanggung jawab atas gembalaanya yang secara tegas dicontohkan: seorang pemimpin adalah penggembala rakyatnya dan bertanggung jawab atasnya; seorang suami bertanggung jawab atas gembalanya, yakni keluarganya; seorang isteri adalah penggembala dan bertanggung jawab atas rumah suaminya dan anak-anaknya; seorang pekerja penggembala harta tuannya dan bertanggung jawab atasnya. Kemudian ia pun mengutip sejumah hadis tentang pemimpin yang adil dan fajir. Pemimpin yang adil adalah yang melaksanakan amanat kepemimpinannya, taat kepada hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya sehingga ia berhak mendapat ketaatan dari rakyatnya; akhirnya ia pun mengutip atsar Sahabat yang mengingatkan kepada kaum Muslimin agar selalu berdzikir kepada Allah manakala dalam keadaan ragu, ketika bersumpah, dan ketika mengadili atau menetapkan dan memutuskan hukum. Abu ‘Ubayd seolah-olah ingin menyatakan bahwa masalah ekonomi tak terpisahkan dari tanggung jawab pemerintah atau penguasa. Dengan kata lain, ilmu ekonomi syariah adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu hukum ketata-negaraan. Sedangkan pada bab-bab berikutnya ia menjelaskan aneka jenis harta yang dikuasai negara dan hak rakyat atas harta termaksud dengan cara yang lebih terurai dan selalu berdasarkan rujukan Alquran dan Sunnah. Kitab ini, jika dilihat dari tehnis penulisanya dengan mengutamakan pengutipan hadis-hadis dan ayat-ayat Alquran, mirip dengan kitab fiqh atau hukum Islam pertama karya Imam Malik, al-Muwatha’, yang isinya adalah koleksi hadis-hadis yang bertajuk dan petunjuk hukum Islam.

Abu Hamid al-Ghazali (1059-1111)
Tokoh yang lebih dikenal sebagai sufi dan filosof serta pengkritik filsafat terkemukaini melihat bahwa uang bukanlah komoditi, melainkan alat tukar .

Tusi (1201-1274)
Tusi adalah penulis buku dalam bahasa Persia, Akhlaq -i-Nasiri yang menjelaskan bahwa: Apabila seseorang harus tetap menghasilkan makanan, pakaian, rumah, dan alat-alatnya sendiri, tentu dia tidak akan dapat bertahan hidup karena tidak akan mempunyai makanan yang cukup untuk jangka lama. Akan tetapi, karena orang bekerja sama dengan lainya dan setiap orang melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya sehingga menghasilkan konsumsi yang lebih dari cukup untuk dirinya sendiri. Keadilan hukum pun mengendalikan pertukaran produk barang-barang yang menjamin ketersediannya untuk semua orang. Dengan demikian, Tuhan dengan segala kebijaksanaan-Nya, membedakan aktivitas dan cita rasa orang sedemikian rupa, sehingga mereka mungkin melakukan pekerjaan yang berbeda-beda untuk  saling membantu. Perbedaan-perbedaan inilah yang melahirkan sruktur internasional  dan sistem ekonomi umat manusia. Maka terjadilah kerjasama timbal balik.Timbulah berbagai bentuk kontrak sosial.

Ibnu Taymiyyah (1262-1328)
Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya, al-Siyasa`t al-Syar’iyyah fi` Ishla`h al-Ra`iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas, fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat yang ia sebut ada` al-ama`na`t ila` hliha`. Pengelolaan negara serta sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara (al-siya`sa`t l-syar’iyyah) pengertian al-siyasah al-dustu`riyyah maupun al-siya`sa`t al-ma`liyyah (politik hukum publik dan privat). Sedangkan dalam karya lainya, al-Hisbah fi` al-Isla`m, lebih menekankan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar; pengawasan pasar; hinga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem dan prinsip zakat, pajak, dan jizyah. Dengan demikian, seperti halnya Abu ’Ubayd, nampaknya Ibn Taymiyyah mempunyai kerangka pikir yang sejalan dalam
pendapat yang menyatakan bahwa ekonomi syariah, baik sistem maupun hukumnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan dan ketatanegaran.

Ibn Khaldun (1332-1406)
Cendekiawan asal Tunisia ini lebih dikenal sebagai Bapak ilmu sosial. Namun demikian, ia tidak mengabaikan perhatianya dalam bidang ilmu ekonomi. Walaupun kitabnya, al-Muqaddimah, tidak membahas bidang ini dalam bab tertentu, namun ia membahasnya secara berserakan di sana sini.Ia mendefinisikan ilmu ekonomi jauh lebih luas daripada definisi Tusi. Ia dapat melihat dengan jelas hubungan antara ilmu ekonomi dengan kesejahteraan manusia. Referensi filosofisnya yang merujuk kepada ketentuan akal dan etika´ telah mengantarnya kepada kesimpulan bahwa ilmu ekonomi adalah pengetahuan normatif dan sekaligus positif. Terminologi jumhur yang berarti massa yang digunakanya menunjukkan bahwa mempelajari ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan massa, bukan individu. Individu adalah bagian dari jumhur. Hukum ekonomi dan sosial berlaku pada massa, bukanpada individu yang terkucil. Ia melihat hubungan timbal balik antara faktor-faktor: ekonomi, politik, sosial, etika dan pendidikan. Ia pun mengetengahkan gagasan ilmu ekonomi yang mendasar, yakni; pentingnya pembagian kerja, pengakuan terhadap sumbangan kerja terhadap teori nilai, teori mengenai pertumbuhan penduduk, pembentukan modal, lintas perdagangan, sistim harga dsb. Pemikiranya kiranya dapat disejajarkan dengn penulis klasik sekaliber Adam Smith, Ricardo, Malthusdan penulis neo klasik sekaliber Keynes.

al-Mawardi (w.450H.)
Penulis al-Ahkam al-Sulthaniyyah, adalah pakar dari kubu Syafi’iyyah yang menyatakan bahwa institusi negara dan pemerintahan bertujuan untuk memelihara urusan dunia dan agama atau urasan spiritual dan temporal (li hara`sat al-di`n wa al-umur al-dunyawiyyah). Jika kita amati, persyaratan-persyaratan kepala negara dalam karyanya, maka akan segera nampak bahwa tugas dan fungsi pemerintah dan negara yang dibebankan di atas pundak kepala negara adalah untukmen sejahterakan (al-falah) rakyatnya, baik secara spiritual (ibadah), ekonomi, politikdan hak-hak individual (privat: hak Adami) secara berimbang dengan hak Allah atauhak publik. Tentu saja termasuk di dalamnya adalah pengelolaan harta, lalu lintashak dan kepemilikan atas harta, perniagaan, poduksi barang dan jasa, distribusi serta konsumsinya yang kesemuanya adalah obyek kajian utama ilmu ekonomi.
Sumber  : www.scribd.com

0 komentar:

Posting Komentar