Nabi Muhamad: Perumus Pertama Ekonom
Syariah
Tidak
diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw adalah pemikir dan aktivispertama
ekonomi syariah, bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul.Pada zamanya
telah dikenal pula transaksi jual beli serta perikatan atau kontrak (al-buyu’
wa al-‘uqu`d). Di samping, samp[ai bats-batas tertentu, telah dikenal
pulabagaimana mengelola harta kekayaan negara dan hak rakyat di dalamnya.
Berbagaibentuk jual beli dan kontrak termaksud telah diatur sedemikian rupa
dengan caramenyerap tradisi dagang dan perikatan serta berbagai bentuk kontrak
yang telahada sebelumnya yang mendapat penyesuaian dengan wahyu, baik Alquran
maupunSunnah. Bahkan lebih jauh lagi, Sunnah Rasul telah mengatur berbagai
alattransaksi dan teori pertukaran dan percampuran yang melahirkan berbagai
istilahteknis ekonomi syariah serta hukumnya, seperti al-buyu’, al-uqud, al-musyarakah, al-mudlarabah, al-musaqah, dll. Sementara para aktivis awal di bidang ini
adalah para Sahabat Rasul itu sendiri.
Pemikiran ekonomi mendasar yang
dikemudian hari disebut teori pertukaranatau percampuran (the theory of
exchange) telah digariskan oleh Rasulullah. Landasan pertukaan barang dan jasa
yang merupakan salah satu inti kegiatanekonomi terdiri dari dua pilar: Pertama,
obyek pertukaran yang dalam fiqh dibedakan jenisnya, yakni: ‘ayn (real
assets) berupa barang dan jasa; dan
Dayn (financialassets)
berupa uang dan, sekarang dalam bentuk, surat berharga. Kedua, waktu
pertukaran, yakni dalam bentuk naqdan (immediate delivery) yakni penyerahan pada saat itu juga atau ghayru
naqdan (penyerahan kemudian).
Ada tiga jenis pertukaran jika dilihat dari segi obyeknya, yakni: ayn bi
‘ayn; ‘ayn bidayn; dan, dayn bidyan.
Zaid bin Ali (80-120H./699-738M)
Zaid
adalah pengagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan hargayang
lebih tinggi dari harga tunai.
Abu Hanifah (80-150H/699-767M)
Abu
Hanifah lebih dikenal sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionlistisdan
dikenal puga sebagai penjahit pakaian atau taylor dan pedagang dari Kufah,
Iraq. Ia menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan
apayang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-sala`m dan al-mura`bahah.
Al-Awza’i (88-157H./707-774M.)
Nama
lengkapnya Abdurahman al-Awza’i yang berasal dari Beirut, Libanon dan hidup
sezaman dengan Abu Hanifah. Ia adalah pengagas orisinal dalam ilmu ekonomi
syariah. Gagasan-gagasanya, antara
lain, kebolehan dan kesahihan system muzara’ah
sebagai bagian dari bentuk mura`bahah dan membolehkan peminjaman modal, baik dalam bentuk tunai atau sejenis.
Imam Malik Bin Anas
(93-179H./712-796M.)
Imam
Malik lebih dikenal sebagai penulis pertama kitab hadis al-Muwatha’, dan Imam Madzhab hukum. Namun, ia pun memiliki pemikiran orisinal di bidang
ekonomi, seperti: Ia menganggap raja atau penguasa bertanggungjawab atas kesejahteraan
rakyatnya. Para pengusaha harus peduli terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
rakyat.Teori istislah dalam ilmu hukum Islam yang diperkenalkanya mengandung
analisis nilai kegunaan atau teori utility dalam filsafat Barat yang di kemudian hari diperkenalkan oleh Jeremy
Benthan dan John Stuart Mill. Di samping itu, ia pun tokoh hukum Islam yang
mengakui hak negara Islam untuk menarik pajak demi terpenuhinya kebutuhan
bersama.
Abu Yusuf (112-182H./731-798H.)
Abu
Yusuf adalah seorang hakim dan sahabat Abu Hanifah.Ia dikenal dengan panggilan
jabatanya (al-Qadli=hakim) Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim dan dikenal perhatianya
atas keuangan umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan
perkembangan pertanian. Ia pun dikenal sebagai penulis pertama buku perpajakan,
yakni Kitab al-Kharaj. Karya ini berbeda dengan karya Abu ‘Ubayd yang
datang kemudian. Kitab ini, sebagaimana dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis
atas permintaan dari penguasa pada zamanya, yakni Khalifah Harun al-Rasyid,
dengan tujuan untuk menghindari kedzaliman yang menimpa rakyatnya serta
mendatangkan kemaslahatan bagi penguasa. Oleh karena itu, buku ini mencakup
pembahasan sekitar jibayat al-kharaj, al-µusyur, al-shadaqat wa
al-jawali (al-jizyah). Tulisan Abu Yusuf ini mempertegas bahwa ilmu
ekonomi adalah bagian tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan
dalam rangka pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk mensejahterakan
mereka. Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada tanggung
jawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia adalah peletak dasar prinsip-prinsip perpajakan
yang dikemudian hari diambil´ oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran
kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang pengendalian harga atau
tas’ir , yakni penetapan harga oleh
penguasa. Sedangkan Ibn Taymiyyah memperjelas secara lebih rinci dengan
menyatakan bahwa tas’ir dapat
dilakukan pemerintah sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam mekanisme
pasar. Hanya saja, ia mempertegas, kapan tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah dan kapan tidak, dan bahkan kapan pemerintah wajib melakukanya.
Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam
(157-224H/774-738M)
Pembahasan ekonomi syariah dalam karya
Abu ‘Ubayd, al-Amwa’l, diawali dengan enam belas buah hadis di bawah
judul haqq al-ima`m ‘ala` al-ra’iyyah, wa haqq al-ra’iyyah ala al-ima`m (hak pemerintah atas rakyatnya dan hak rakyat
atas pemerintahnya). Buku ini
dapat digolongkan sebagai karya klasik dalam bidang ilmu ekonomi syariah karena
sistimatika pembahasanya dengan merekam sejumlah ayat Alquran dan hadis di
bidangnya. Bab pertama buku ini, umpamanya, diawali dengan mengutip hadis yang
menyatakan bahwa agama itu adalah kritik: al-d`in al-nshi`hat ; disusul
hadis yang menyatakan bahwa setiap orang adalah penggembala´ yang bertanggung jawab
atas gembalaanya yang secara tegas dicontohkan: seorang pemimpin adalah
penggembala rakyatnya dan bertanggung jawab atasnya; seorang suami bertanggung jawab atas gembalanya, yakni
keluarganya; seorang isteri adalah penggembala dan bertanggung jawab atas rumah
suaminya dan anak-anaknya; seorang pekerja penggembala harta tuannya dan
bertanggung jawab atasnya. Kemudian ia pun mengutip sejumah hadis tentang
pemimpin yang adil dan fajir. Pemimpin yang adil adalah yang
melaksanakan amanat kepemimpinannya, taat kepada hukum-hukum Allah dan
Rasul-Nya sehingga ia berhak mendapat ketaatan dari rakyatnya; akhirnya ia pun
mengutip atsar Sahabat yang
mengingatkan kepada kaum Muslimin agar selalu berdzikir kepada Allah manakala
dalam keadaan ragu, ketika bersumpah, dan ketika mengadili atau menetapkan dan
memutuskan hukum. Abu ‘Ubayd seolah-olah ingin menyatakan bahwa masalah ekonomi
tak terpisahkan dari tanggung jawab pemerintah atau penguasa. Dengan kata lain,
ilmu ekonomi syariah adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu hukum
ketata-negaraan. Sedangkan pada bab-bab berikutnya ia menjelaskan aneka jenis
harta yang dikuasai negara dan hak rakyat atas harta termaksud dengan cara yang
lebih terurai dan selalu berdasarkan rujukan Alquran dan Sunnah. Kitab ini,
jika dilihat dari tehnis penulisanya dengan mengutamakan pengutipan hadis-hadis
dan ayat-ayat Alquran, mirip dengan kitab fiqh atau hukum Islam pertama karya
Imam Malik, al-Muwatha’, yang isinya adalah koleksi hadis-hadis yang
bertajuk dan petunjuk hukum Islam.
Abu Hamid
al-Ghazali (1059-1111)
Tokoh yang lebih dikenal sebagai sufi
dan filosof serta pengkritik filsafat terkemukaini melihat bahwa uang bukanlah
komoditi, melainkan alat tukar .
Tusi (1201-1274)
Tusi adalah penulis buku dalam bahasa
Persia, Akhlaq -i-Nasiri yang menjelaskan bahwa: Apabila seseorang harus
tetap menghasilkan makanan, pakaian, rumah, dan alat-alatnya sendiri, tentu dia
tidak akan dapat bertahan hidup karena tidak akan mempunyai makanan yang cukup
untuk jangka lama. Akan tetapi, karena orang bekerja sama dengan lainya dan
setiap orang melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya sehingga menghasilkan
konsumsi yang lebih dari cukup untuk dirinya sendiri. Keadilan hukum pun mengendalikan
pertukaran produk barang-barang yang menjamin ketersediannya untuk semua orang.
Dengan demikian, Tuhan dengan segala kebijaksanaan-Nya, membedakan aktivitas
dan cita rasa orang sedemikian rupa, sehingga mereka mungkin melakukan
pekerjaan yang berbeda-beda untuk saling
membantu. Perbedaan-perbedaan inilah yang melahirkan sruktur internasional dan sistem ekonomi umat manusia. Maka
terjadilah kerjasama timbal balik.Timbulah berbagai bentuk kontrak sosial.
Ibnu Taymiyyah (1262-1328)
Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya, al-Siyasa`t
al-Syar’iyyah fi` Ishla`h al-Ra`iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas, fungsi dan peran pemerintah
sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat yang ia sebut ada`
al-ama`na`t ila` hliha`. Pengelolaan
negara serta sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara
(al-siya`sa`t l-syar’iyyah) pengertian al-siyasah
al-dustu`riyyah maupun al-siya`sa`t al-ma`liyyah (politik hukum publik dan privat). Sedangkan dalam karya lainya, al-Hisbah fi` al-Isla`m, lebih menekankan
intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar; pengawasan pasar; hinga akuntansi
yang erat kaitanya dengan sistem dan prinsip zakat, pajak, dan jizyah. Dengan
demikian, seperti halnya Abu ’Ubayd, nampaknya Ibn Taymiyyah mempunyai kerangka
pikir yang sejalan dalam
pendapat yang menyatakan bahwa ekonomi syariah, baik
sistem maupun hukumnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem
pemerintahan dan ketatanegaran.
Ibn Khaldun (1332-1406)
Cendekiawan asal Tunisia ini lebih
dikenal sebagai Bapak ilmu sosial. Namun demikian, ia tidak mengabaikan
perhatianya dalam bidang ilmu ekonomi. Walaupun kitabnya, al-Muqaddimah, tidak
membahas bidang ini dalam bab tertentu, namun ia membahasnya secara berserakan
di sana sini.Ia mendefinisikan ilmu ekonomi jauh lebih luas daripada
definisi Tusi. Ia dapat melihat dengan jelas hubungan antara ilmu ekonomi
dengan kesejahteraan manusia. Referensi filosofisnya yang merujuk kepada
ketentuan akal dan etika´ telah mengantarnya kepada kesimpulan bahwa ilmu
ekonomi adalah pengetahuan normatif dan sekaligus positif. Terminologi jumhur yang
berarti massa yang digunakanya menunjukkan bahwa mempelajari ekonomi adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan massa, bukan individu. Individu adalah bagian
dari jumhur. Hukum ekonomi dan
sosial berlaku pada massa, bukanpada individu yang terkucil. Ia melihat
hubungan timbal balik antara faktor-faktor: ekonomi, politik, sosial, etika dan
pendidikan. Ia pun mengetengahkan gagasan ilmu ekonomi yang mendasar, yakni;
pentingnya pembagian kerja, pengakuan terhadap sumbangan kerja terhadap teori
nilai, teori mengenai pertumbuhan penduduk, pembentukan modal, lintas
perdagangan, sistim harga dsb. Pemikiranya kiranya dapat disejajarkan dengn
penulis klasik sekaliber Adam Smith, Ricardo, Malthusdan penulis neo klasik
sekaliber Keynes.
al-Mawardi
(w.450H.)
Penulis al-Ahkam
al-Sulthaniyyah, adalah pakar dari kubu Syafi’iyyah yang menyatakan bahwa
institusi negara dan pemerintahan bertujuan untuk memelihara urusan
dunia dan agama atau urasan spiritual dan temporal (li hara`sat al-di`n wa al-umur al-dunyawiyyah). Jika kita amati,
persyaratan-persyaratan kepala negara dalam karyanya, maka akan segera nampak
bahwa tugas dan fungsi pemerintah dan negara yang dibebankan di atas pundak
kepala negara adalah untukmen sejahterakan (al-falah) rakyatnya, baik secara
spiritual (ibadah), ekonomi, politikdan hak-hak individual (privat: hak Adami)
secara berimbang dengan hak Allah atauhak publik. Tentu saja termasuk di dalamnya
adalah pengelolaan harta, lalu lintashak dan kepemilikan atas harta,
perniagaan, poduksi barang dan jasa, distribusi serta konsumsinya yang
kesemuanya adalah obyek kajian utama ilmu ekonomi.
Sumber : www.scribd.com
0 komentar:
Posting Komentar